Minggu, 18 Februari 2018

# Cerita Boga

Mendoan, Oleh-oleh Khas Purwokerto


Minggu lalu saya dapat oleh-oleh dari Purwokerto. Dilihat dari kemasannya saya menebak pasti gethuk goreng Sukaraja karena terbungkus besek (wadah dari bambu). Tapi setelah dibuka, ulala...ternyata isinya masih terbungkus daun pisang. Di dalam besek juga disediakan sebotol sambal kecap dan tepung serba guna. Ehm... apa ya? Saya membaca lembar petunjuk. Dan... ouch, ternyata si penggoda lidah: Tempe. 


Baru kali ini saya mendapat oleh-oleh tempe yang masih terbungkus daun –belum matang- lengkap dengan tepung untuk menggoreng dan sambal kecap. Biasanya saya membeli tempe mendoan matang di lapak-lapak penjual aneka gorengan, karena membuat tempe mendoan sendiri, rasa dan rupanya tak seenak dan seelok bila dibandingkan dengan membeli. Satu besek berisi 10 bungkus tempe. Setiap bungkus terdiri dari 2 lembar tempe tipis dan lebar, kira-kira seukuran kartu pos.
Sebelum dieksekusi menjadi gorengan lezat, tempe dijejer / iler di meja dalam keadaan tetap terbungkus. Mungkin menunggu proses fermentasi berlangsung optimal. Sesuai dengan petunjuk, tempe baru bisa digoreng keesokan harinya. Jika tidak digoreng pada hari tersebut,tempe yang masih terbungkus daun dimasukkan kulkas dan tempe masih bisa bertahan sampai dua hari ke depan. 



Nah, waktunya menggoreng tempe mendoan. Tepung berbumbu diencerkan dengan air. Sebagai pelengkap dan menambah cita rasa, bisa tambahkan onclang yang diiris tipis. Lalu tempe dimasukkan dalam adonan tepung dan digoreng deep frying dalam minyak panas sreng... cukup setengah matang, angkat lalu tiriskan. Tempe mendoan hangat siap disantap. Dinikmati bersama gigitan cabe menambah kelezatan, dicocol dengan sambal kecap pun lezat.

Karena  tempe yang belum matang masih banyak, maka saya mencoba menggoreng tempe dengan berbagai variasi. Digoreng jadi mendoan, digoreng begitu saja tanpa balutan tepung pun tak kalah lezat. Makin lezat jika dinikmati selagi panas. Kriuknya terasa. Ada juga yang saya goreng dengan balutan tepung encer dan tipis. Rasa dan rupa seperti tempe keripik. Ah, yang namanya tempe memang menggoda lidah. 



Eh tapi, mengapa ya bisa dinamakan Mendoan? Ternyata nama Mendoan berasal dari kata “mendo” yang artinya setengah matang. Makanya proses penggorengannya pun setengah matang. Oleh-oleh ini gampang didapatkan di warung-warung tradisional di wilayah eks karesidenan Banyumas. Praktis, karena kita bisa memberinya dalam kondisi tempe belum matang sempurna, sehingga bisa dijadikan oleh-oleh. Selain itu tambahan sambal kecap dan tepung bumbu juga memudahkan untuk mengeksekusinya menjadi hidangan yang lezat disantap menemani secangkir teh.

5 komentar:

  1. ini enak banget, mbaaaak. aku sering beli di S. Indo. hehehe..kadang aku malah tepungnya tak campur telor, biar makin kriuk. hihi..

    BalasHapus
  2. Suka banget mendoan, tp kalo purwokerto mendoannya agak lemes ga kriuk ya, aku lbh suka yang garing kriuk

    BalasHapus
  3. Tempe mendoan selalu jadi camilan favorit aku mbak. Lebih enak lagi saat menyantap soto ditambah tempe mendoan. Mantap pokoknya.

    BalasHapus