Sabtu, 05 September 2020

Saya ke Cimory, Kamu Mau Kemana?

September 05, 2020 5 Comments
Saya ke Cimory, kamu mau kemana? Kalau memang belum ada tujuan, ikut yuk ke Cimory. 
Memang sih saat ini kita berada di era Adaptasi Kebiasaan Baru. Tapi, jika kita patuhi aturan protokol kesehatan, insyaAllah aman kok.
Cimory on The Valley (foto:dok.pribadi)

Dari melihat tayangan iklan susu di televisi, terbitlah keinginan untuk piknik ke Cimory on The Valley yang berkonsep wisata edukasi. Bayangan semula hanya rekreasi hore-hore, eh ternyata malah lebih. Lebihnya, bisa mengenal beberapa jenis sapi perah, melihat-lihat hewan ternak, memberi makan beberapa hewan peliharaan, naik kuda, keliling dunia (keren to), membeli aneka buah tangan, dan tentu saja ritual cekrak-cekrek untuk dipamerkan di jagad maya. 
Cimory on The Valley. Jaraknya dekat saja, sekitar 25 km dari pusat Kota Semarang, tak lebih dari satu jam berkendara. Tidak perlu mblusuk-mblusuk karena lokasinya berada di pinggir jalan raya, tepatnya di Jl. Sukarno Hatta Km 30, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. 
foto:dok.pribadi
Begitu memasuki pintu masuk, kita disapa oleh deretan sapi Ayrshire, Frisian Holstein, dan Guernsey. Species sapi perah penghasil susu berkualitas. Pihak pengelola menambahkan keterangan yang tertempel di kandang berupa jenis sapi, jumlah susu yang dihasilkan, negara asal, dan berat ideal sapi. Jadi kita tidak sekedar melihat sapi, tapi bisa nyuplik pengetahuan tentang si moo. 
Sapi Frisian Holstein (foto : dok.pribadi)
Selanjutnya berjalanlah menuju kandang-kandang kecil tempat beberapa hewan dipelihara. Jika biasanya hanya bisa melihat dari gawai, sekarang bisa melihat hewannya secara langsung. Rusa, ayam Poland, ayam kapas, kura-kura, dan masih banyak lagi. Eit, jangan lupa. Perhatikan juga larangan yang tertera. Jangan terlalu dekat dengan burung unta dan kuda. Cukup melihatnya dari jarak aman. Kalau penasaran dengan telur burung unta, tak perlu memegangnya. Lha wong telurnya nyaris sebesar bola voli. Dilihat dari jauh pun bisa. 
Rumah Hobbit (foto:dok.pribadi)
Puas melihat aneka hewan peliharaan, kita akan berkunjung ke rumah hobbit. Tak perlu lama-lama, si empunya rumah tidak tinggal di situ. Kita cukup berfoto saja lalu melanjutkan perjalanan dengan memberi makan beberapa hewan, seperti domba dan kelinci. Lucuk. Terutama domba ekor gemuk yang ekornya menggemaskan. 
Mini Mania (foto:dok.pribadi)
Lanjut, kita keliling dunia ya. 
Jika rumah pacarmu dekat dan hanya perlu lima langkah dari rumah. Maka kita akan keliling dunia, cukup tiga puluh menit kalau mau. Tapi kalau masih kepingin berlama-lama, boleh juga. Dimana lagi kalau bukan di Mini Mania. 
Beberapa bangunan ikon dunia (foto: dok. pribadi)
Area ini menyuguhkan miniatur bangunan dari 5 benua. Sebut saja patung Merlion, gedung Opera House, patung Liberty, Piramida, Spink, menara Eiffel, dan lainnya. Pengunjung pun bisa bernostalgia dengan kotak telepon negeri Ratu Elizabeth, si kotak merah yang ikonik. Di tiap-tiap anjungan, pihak pengelola menambahkan keterangan tentang sejarah bangunan megah tersebut. 
Jadi, siapkan kamera dan pose yang fotogenik ya. Abadikan seluruh bangunan. Elus-elus, sambil melambungkan harapan di suatu saat nanti kita bisa berkunjung ke bangunan aslinya. Eh siapa tahu, cara kuno ini berhasil.
foto:dok.pribadi
Sebelum meninggalkan Cimory, mampir dulu untuk membeli buah tangan. Banyak pilihan yang bisa dibawa pulang. Susu, permen, jajan khas Kabupaten Semarang. Aneka boneka binatang pun tersedia. 
foto:dok.pribadi
Nah, berhubung kita masih berada di era Adaptasi Kebiasaan Baru, ada baiknya kita peduli dengan protokol kesehatan saat kita berada di luar rumah khususnya saat berwisata. Tentunya pastikan kondisi tubuh sehat. Jika tubuh sehat, puaslah hati menjelajahi area. Cek suhu tubuh terlebih dahulu. Jangan lupa selalu kenakan masker. Setelah memegang permukaan benda, usaplah tangan dengan hand sanitizer, namun akan lebih baik lagi jika membasuh tangan dengan sabun dan air yang mengalir. Kita pun harus menjaga jarak aman, tidak perlu uyel-uyel an. Areanya luas kok. 
Sumber: Kemenkes RI
Meski pihak pengelola sudah melakukan protokol kesehatan dengan menyediakan tempat cuci tangan dan kontrol suhu tubuh, namun butuh kesadaran diri juga to? 
Bagiamana? Kepingin ke Cimory juga? Yo wis, berangkat kuy
Selamat berwisata. Indonesia, bagus! 

Kamis, 03 September 2020

Kebelet Piknik? Yuk ke Candi Gedongsongo

September 03, 2020 2 Comments
Kebelet piknik? 
Kalau memang sudah kebelet piknik dan sudah tidak bisa ditahan lagi, yuk jalan-jalan ke kawasan Bandungan. Menguapkan penat dan jenuh setelah beberapa bulan melakukan aktivitas dari rumah. Memang sih, ada tour virtual. Tapi ya itu, lagi asyik-asyiknya nonton eh ditelikung sinyal dan berhitung dengan kuota. Makanya, kebeletnya tidak bisa dituntaskan.
Berhubung saat ini masih berada pada masa adaptasi kebiasaan baru, maka tujuan wisata yang paling cocok adalah wisata di alam terbuka. Dan wisata sejarah adalah salah satu alternatif yang menyenangkan. Mari mengusir bosan sembari menabung kenangan. Kita ke Candi Gedongsongo ya.... 

Candi Gedong Songo 
Situs Candi Gedongsongo berlokasi di Dusun Darum, Candi, Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Butuh waktu sekitar satu jam berkendara dari ibukota Jawa Tengah. Kompleks candi ini berdiri di atas bukit yang mempunyai ketinggian antara 1200-1300 meter dpl. Tak heran hawa sejuk langsung menyergap saat memasuki kawasan ini. 
Pintu gerbang kompleks candi Gedongsongo (foto pribadi)
Candi Gedongsongo masuk dalam cagar budaya berdasar Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI No PM24/PW.007/MKP/2007. Sebagai bangunan cagar budaya maka keberadaannya dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan pariwisata. 
Merunut keterangan, Candi Gedongsongo merupakan candi Hindu berdasarkan ciri arsitekturnya. Kompleks Candi Gedongsongo terdiri lima kelompok candi yang terpencar-pencar, yaitu candi I, II, III, IV, dan V. Penomoran berdasar letaknya yaitu mulai dari yang terendah sampai candi yang tertinggi. Candi I, II, IV, dan V masing-masing terdiri atas satu candi. Sedang candi III terdiri atas tiga candi. Bahan pembuatan candi berupa batu andesit, namun pada Candi II, IV, dan V batunya agak putih, kemungkinan dipengaruhi oleh belerang, mengingat lokasi candi tersebut berdekatan dengan mata air panas. Aih, ternyata untuk menentukan suatu candi yang dianggap sudah tua, patokannya adalah apabila candi tersebut memiliki bentuk tambun dengan memakai hiasan yang lebih sederhana. 

Kelompok Candi I. Berada pada ketinggian 1260 m dpl. Letaknya paling dekat dengan pintu masuk Kompleks Candi Gedongsongo. Kelompok Candi I hanya terdapat sebuah bangunan yang masih utuh dengan arah hadap ke barat. 
Candi Gedong I (foto:pribadi)
Kelompok Candi II. Letaknya 1270 m dpl, letaknya sekitar 337 m ke arah barat laut kelompok Candi I. Ada dua buah Candi yaitu Candi IIA yang terbesar dan Candi IIB yang berhadapan dengan Candi IIA. Namun bentuk bangunan Candi IIB tidak diketahui karena yang tersisa hanyalah bagian batu saja. 

Kelompok Candi III. Berada pada ketinggian 1298 m dpl, jaraknya 118 m dari Candi II. Terdiri atas 3 bangunan candi yang masih utuh yakni Candi IIIA, IIIB, dan IIIC. Candi IIIA bangunannya paling besar menghadap barat. 

(foto:Emi Tri)
Kelompok Candi IV. Berada pada ketinggian 1300 m dpl, jaraknya 220 m ke arah barat kelompok Candi III. Berdasar susunan bangunannya kelompok Candi IV dibagi menjadi 2 bagian yakni bagian utara dan bagian selatan. Bagian utara terdiri 4 bangunan dan di bagian selatan terdapat 9 bangunan. Bangunan yang masih berdiri utuh di antara kedua bangunan tersebut adalah bangunan di bagian selatan yang merupakan candi induk kelompok IV. Candi induk inilah yang disebut sebagai Candi IV. 

Kelompok Candi V. Berada pada ketinggian 1310 m dpl, berjarak kurang lebih 507 dari kelompok Candi I. Pada kelompok Candi V terdapat 2 buah halaman yang tidak sama tingginya. Pada halaman pertama terdapat 2 reruntuhan candi yang posisinya mengapit satu candi yang masih berdiri. Sementara di halaman kedua terdapat 3 reruntuhan candi. 

Untuk bisa masuk kawasan candi pengunjung cukup merogoh kocek Rp 10.000,oo/orang dan bisa menikmati keindahan dan keagungan peradaban masa lampau ini dari jam 08.00 – 17.00 
Candi Gedong I
Sedikit tips, karena jalanan menuju candi cukup menanjak, hindari memakai alas kaki berhak tinggi. Dan karena jarak antar candi lumayan jauh maka perlu stamina ekstra untuk bisa mengunjungi seluruh candi. Namun jika ingin menghemat tenaga, pengunjung bisa menyewa kuda mengelilingi area candi. Menyenangkan, bukan? 

Hal lain yang perlu diperhatikan, saat mengunjungi kawasan cagar budaya ini kita harus tetap menjaga kebersihan, tidak diperkenankan memanjat bangunan candi, tidak melakukan aksi corat-coret, dan tidak merokok. 

Ayanaz
Masih di kompleks Candi Gedongsongo, ada area spot foto cantik : Ayanaz. Diluncurkan pada pertengahan tahun 2018, tak butuh lama untuk menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Apalagi kalau bukan untuk pepotoan. Nyaris setiap pengunjung melakukan ritual cekrek-cekrek. Wajar jika slogan “Tak Ada Tempat Seindah Ayanaz” tertulis di dekat pintu masuk. 
Ayanaz (foto:pribadi)
Biaya masuk spot foto Ayanaz Rp 20.000,oo untuk dewasa, sementara anak-anak dipungut tarif Rp 10.000,oo (th 2019). Buka sejak pukul 8 pagi hingga 5 sore. Di dalam area ini terhampar bermacam spot foto yang memanjakan. Sangkar (dome), balon udara, gelembung balon, underwater sofa dan lainnya. Khusus untuk gelembung balon, dikenakan biaya tambahan Rp 5.000,oo.Setiap spot foto di Ayanaz ditata apik dan kekinian. Apalagi balon udara warna-warni bak berada di Cappadocia Turki.
Spot foto bubble (foto:pribadi)

Spot foto balon udara (foto:pribadi)
Sedikit tips, jika ingin mendapatkan foto yang bagus disarankan datang pagi karena cahaya mentari tidak terlalu menyilaukan. Jadi posemu lebih cantik tertangkap layar kamera. 
Oiya, karena semakin siang pengunjung semakin banyak dan ingin mengabadikan setiap spot foto yang tersedia, maka diperlukan tepa slira. Bergantian ya dalam menggunakan wahana yang ada. 
(foto:pribadi)
Dan yang perlu diingat, pandemi belum berakhir. Meski keran wisata sudah mulai dibuka, bukan berarti pengunjung merasa bebas dan seenaknya lalu abai dengan protokol kesehatan. Tuntaskan saja rasa kebeletnya dengan berwisata namun tetap menjaga gaya hidup sehat dan mematuhi aturan kesehatan saat berada di luar rumah apalagi saat berwisata. Yakni selalu mengenakan masker, mengecek suhu tubuh, mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, menjaga jaga jarak aman, dan siapkan juga hand sanitizer. Akan lebih baik jika mengenakan busana lengan panjang. 
Selamat bertamasya. Indonesia, bagus! 
sumber:Kemenkes RI

 

Kamis, 23 April 2020

Bubur Baning

April 23, 2020 12 Comments
Cerpen

Aku mengenal jenis makanan ini dengan nama bubur sumsum. Bubur berbahan tepung beras dan santan. Beberapa orang menyebutnya jenang sumsum. Biasanya disantap dengan kinca dari gula merah sebagai pemanis. Bubur ini akan terasa lebih sedap jika dimasak bersama daun pandan. Aroma harum akan tercium bahkan saat masih di atas perapian. 

Saat usiaku belia, Ibu sering membuat beraneka bubur. Bubur ketan hitam, bubur candil, bubur mutiara dan tentu saja bubur sumsum. Selain sebagai teman menikmati sore, terkadang bubur itu dibagikan pada teman-teman bermainku. Bubur buatan Ibu ditempatkan dalam takir, wadah yang terbuat dari daun pisang. Usai bermain kami beramai-ramai menyantapnya menggunakan suru, sendok dari daun pisang. 

Menjelang ujian kelulusan kelas enam sekolah dasar, Ibu membuat bubur sumsum yang disebut Ibu dengan nama bubur baning. Wujudnya sama persis dengan bubur sumsum, hanya namanya yang berbeda. Saat kutanyakan perbedaan antara bubur baning dan bubur sumsum, Ibu tidak memberikan jawaban. Dan sejak itulah, aku mengenal nama bubur baning dan menjadi tradisi menjelang ujian. 

Di suatu saat, dua hari setelah adikku khitan, Ibu membuat bubur sumsum alias bubur baning dalam jumlah banyak. Waktu itu tahun ajaran baru berjalan seminggu, belum ada ulangan bahkan ujian akhir semester. Saat kutanya alasannya, beliau hanya menjawab, “Sudah, tidak usah tanya-tanya. Tolong antarkan bubur ini pada Bu Walini, Bu Marzaini, ....” 
Ibu menyebut beberapa nama tetangga yang telah membantu saat Ibu mengkhitankan adikku. Saat menerima hantaran, Bu Walini segera membukanya, mengucap terima kasih sambil berkomentar, “Owalah... bubur kesel.” 
Satu nama lagi disematkan pada bubur dengan tekstur lembut itu. Dan sekarang bubur sumsum bersalin nama meski serupa: bubur sumsum, bubur baning, dan bubur kesel. 
“Tergantung niatnya,” jawab Ibu datar, saat tanyaku mulai menumpuk. 
“Nama sebenarnya bubur sumsum. Mengapa? Ibu juga tidak tahu. Sejak dulu seperti itulah namanya,” kata Ibu, “Simbahmu dulu menyebut bubur sumsum dengan nama bubur baning kalau paklikmu mau ujian. Tujuannya agar paklikmu merasa wening. Pikirannya tenang, bisa mengerjakan ujian dengan baik,” tambahnya. 
“Bu Walini kemarin menyebut bubur kesel,” tanyaku lagi. 
“Dinamakan bubur kesel, tujuannya untuk memulihkan tenaga setelah beberapa hari bekerja keras. Kau tahu kan, mereka banyak membantu saat khitanan adikmu. Nah, setelah makan bubur kesel maka badan yang terasa lelah langsung terasa segar.” Penjelasan ibu panjang lebar. 
Aku asal mengangguk. Tidak tahu apakah ada korelasi antara badan lelah dengan bubur kesel ataupun pikiran tenang dengan bubur baning. Aku tidak membantahnya namun tak juga mempercayainya. 

Meski Ibu sering membuat bubur baning pada kami, anak-anaknya, saat akan menempuh ujian dan dibagikan pada tetangga, anehnya tak ada satu pun dari mereka yang berkomentar, “O... bubur baning.” 
Ternyata mereka tak pernah mengenal nama bubur baning. Hanya nama bubur sumsum atau bubur kesel yang familiar bagi mereka. Dan hanya Ibu yang menyebut bubur sumsum menjelang ujian dengan sebutan bubur baning. 

Antara percaya dan tidak, kebiasaan Ibu membagi bubur baning kulungsur juga. Saat anak-anak bimbinganku akan menghadapi ujian akhir, aku pun dengan suka rela membuat bubur baning. Tidak ada tanya dari mereka mengapa sore itu aku membagikan bubur baning. Mereka hanya menikmati tanpa memberikan komentar. 

Empat hari ujian berlangsung dengan lancar. Anak didikku tak mengeluh tentang soal yang rumit dikerjakan. Semua berjalan dengan sukses, hanya tinggal menunggu pengumuman. 
Saat hasil ujian diumumkan, mereka berhasil lulus dengan nilai yang sangat memuaskan, jauh di atas rata-rata sehingga bisa masuk sekolah lanjutan yang mereka inginkan. Aku bangga akhirnya bisa mendampingi mereka setelah tiga tahun bergulat dengan pelajaran sekolah menengah pertama. Dan bubur baning tempo hari kuanggap sebagai kebetulan yang menyenangkan. 

Tahun berikutnya tak ada tradisi bubur baning. Aku tidak sempat membuatnya karena baru saja pulang dari luar kota. Rasa lelah menjadi sebab tak hadirnya bubur baning sore itu. Berselang beberapa minggu, aku harus puas mendengar kelulusan anak didikku dengan nilai yang kurang memuaskan. Sekolah favorit pun cepat-cepat diusir dari mimpi mereka. Aku nelangsa dan cepat menyalahkan diri sendiri. Tapi tiba-tiba aku teringat akan bubur baning yang dengan sengaja kuhilangkan dari jadwal tetap menjelang ujian. Ah, sudahlah. Ingin kulenyapkan saja pikiran tentang bubur itu. Biarlah bubur baning seperti bubur sumsum biasa. Enak dimakan apapun momennya. Namun perihal absennya bubur baning ternyata tak bisa lepas begitu saja dari memoriku kala itu 
“Jangan lupa bikin bubur baning, meski cuma semangkok,” suara Ibu di ujung telepon. 
"Bu, ternyata latihan ujiannya..." kalimatku terpotong
“Lusa Ibu datang.” Ibu menutup telepon tanpa mendengar penjelasan lebih lanjut

Jujur saja, jaman sudah berganti. Kurang relevan jika harus mengaitkan bubur baning dengan nilai ujian. Terlebih rasa khawatir akan jatuh pada kesyirikan. Kelulusan ditentukan oleh ikhtiar dan doa, bukan bubur baning. Namun telepon dari Ibu membuatku harus mematuhinya. 
Akhirnya tradisi bubur baning yang sudah beberapa tahun kutinggalkan harus kujalankan demi menghormati Ibu. Meski belum ada kepastian mengenai try out, tapi mendengar kata latihan ujian, maka bubur baning adalah kewajiban. Dan kendati Erika pun telah mengikuti bimbingan belajar, memanggil guru les privat, berlatih soal-soal ujian dari buku, namun bubur baning adalah penyempurnanya. Itu perintah Ibu.

Siang itu Ibu datang. Beliau memang selalu menyempatkan diri berkunjung jika anak atau cucunya akan menempuh ujian. Ujian apa pun. Ujian kursus komputer, ujian kursus menjahit, ujian kursus bahasa inggris, bahkan latihan ujian yang belum pasti. Asalkan ada embel-embel ujian. 
Kukatakan pada Ibu tempo hari lewat telepon bahwa Erika baru akan menempuh try out, latihan ujian, itu pun belum ada kepastian  tetapi Ibu bersikeras ingin datang.

“Mana Erika?” tanya Ibu.
“Mengantar bubur baning ke tetangga sebelah.” 
Sebenarnya aku tidak ingin membuat bubur baning mengingat situasi sekarang ini. Tapi karena Ibu datang, maka pagi tadi terpaksa aku membuatnya daripada dianggap tidak patuh pada tradisi. 

Tak lama Erika datang, mencium tangan Ibu dan bergegas ke dapur mengambil bubur baning miliknya yang kuwadahi dalam takir, persis seperti saat Ibu membuat bubur baning untukku dulu. Erika tampak antusias. 
“Wadahnya aneh ya, Ma,” komentarnya. Erika meletakkan bubur baning di atas meja.
“Ini sama dengan bubur sumsum, kan Eyang?” tanyanya penasaran. Mungkin sama denganku dulu saat melihat bubur sumsum berubah nama menjadi bubur baning. 
Ibuku mengangguk, “Biar besok pikirannya wening, jernih, tenang. Kalau pikiran tenang, pasti bisa mengerjakan soal ujian dengan baik dan mendaparkan nilai sempurna.” 
Erika ber oh panjang, “Tapi Eyang...” kalimatnya belum sempurna saat Ibu menyuruhku menambahkan kinca. 
“Tolong kincanya,” pinta Ibu. 
Aku menyiramkan dua sendok kinca gula merah di atas bubur baning. Ibu segera menyendoknya lalu mengacungkan jempol. Aku tersenyum. Aku sudah biasa membuat bubur sumsum untuk teman ngeteh, namun baru kali ini Ibu mencicipi bubur buatanku. Atau mungkin saja nilai kesakralannya berbeda. Ah, sudahlah.

“Mau pakai kinca, Erika?” 
Erika menggeleng, “Pakai sirup aja, Ma.” 
Ibu tiba-tiba menghentikan suapannya begitu mendengar jawaban Erika. Erika mencomot pisang kukus, mengupasnya lalu dipotong kecil kecil. Dengan hati-hati dia letakkan potongan pisang, lalu menuangkan sirup di atas bubur. Tak lupa ia mengambil es dari kulkas, mengancurkan menjadi butiran kecil lalu ditabur di atas buburnya. 

Detik itu juga ruangan senyap. Ibu tertegun. Aku diam. 
“Buburnya persis dengan foto yang ada di internet, Eyang. Cantik ya,” Erika memandang kagum bubur kreasinya lalu mengabadikannya dalam ponsel, dijadikan status. 
“Sekarang, kita cicipi,” katanya menirukan gaya chef di televisi. 

Ibu menatapku. Aku membalas tatapan Ibu yang dipenuhi tanya, sementara Erika begitu menikmati bubur kreasinya. Bubur baning yang bersalin rupa. Bubur baning yang sakral itu menjadi penganan yang berbeda saat berada di tangan Erika. Anak itu pasti tidak tahu alasan yang sebenarnya. 

“Maaf, Bu,” kataku meminta maaf pada Ibu. 
Erika membuat sedikit keonaran dalam setakir bubur putih itu. Dia selalu makan apa adanya, bubur dan kinca, tanpa ada variasi apa pun. Tapi hari ini lain.

“Sebenarnya,” aku menata kalimat agar tidak melukai hati Ibu. 
“Katakan padanya, apa makna dibalik bubur itu. Baning, biar wening saat ujian nanti.” 
“Tapi,..” 
“Belum pernah aku melihat bubur baning menjadi bubur entah apa namanya. Tapi aku tetap berdoa semoga cucuku bisa mengerjakan ujian esok hari,” kata Ibu sedikit kesal. 
“Bu, sebenarnya kami sedang menunggu tentang kepastian latihan ujian sekolah,” jelasku.

“Ma, ada pesan dari Bu guru,” Erika menyodorkan ponsel. Aku membuka grup wali murid. Pemberitahuan tentang hasil keputusan rapat. Isinya sudah kuduga. Try out ditiadakan, ujian juga ditiadakan, belajar di rumah sampai waktu yang belum bisa ditentukan, sebagai gantinya murid harus mengerjakan tugas-tugas yang diberikan melalui daring. 

“Tidak ada ujian, tidak ada try out, Erika.” 
Erika merengut. Pergulatannya dengan soal-soal menghadapi ujian seolah tidak berguna. 

Dengan tenang ibu berbisik padaku, “Kau tahu apa sebabnya? Karena Erika telah merubah bubur baning menjadi bubur lain. Kasihan cucuku. Susah payah belajar, eh malah tidak ada ujian,” Ibu mencibir seraya menggeleng-gelengkan kepala. 

Ruangan senyap, sementara layar kaca menayangkan perkembangan pandemi yang melanda bumi 

*selesai*

Sabtu, 14 Maret 2020

Manasik Haji KBIHU Baiturrahman Semarang

Maret 14, 2020 0 Comments
Hari merambat siang saat jamaah laki-laki turun dari lantai 2 sembari merapikan 2 lembar kain ihrom yang dikenakannya. Sementara ibu-ibu mematut diri dengan pakaian serba putih. Senyum cerah terukir. Meski terik mulai menyengat, namun tidak menyurutkan langkah untuk memulai kegiatan hari itu. Usai ketua regu membagi tanda pengenal, para calon tamu Allah ini pun berdiri berjajar sesuai regu masing-masing. Pembimbing memberi pengarahan. Sesaat keheningan menyergap kala niat terucap, mengkristal dalam hati. Bergetar bibir melantunkannya : Labbaikallahumma hajjan

Wajah-wajah tertunduk. Mereka sedang belajar menanggalkan segala atribut dunia, tersungkur sebagai hamba yang lemah di hadapan Sang Khaliq Yang Maha Perkasa, Maha Kaya. Seirama dengan ayunan langkah menyambut panggilan Allah, membumbunglah kalimat talbiyah, Labbaikallahumma labbaik, Labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda wanni’mata laka walmulka laa syarika laka
Mendengar khutbah wukuf
Siang yang terik terasa sejuk tersiram lantunan dzikir kepada Sang Khaliq.  Talbiyah terus berkumandang mengiringi rombongan meninggalkan tempat miqot menuju Arofah. Di Arofah, jamaah menyimak khutbah wukuf lalu berdiri menunaikan sholat dhuhur dan ashar jama’ qosor. 
Mengumpulkan kerikil
Usai prosesi wukuf, jamaah bergerak menuju Muzdalifah, mabit. Di tempat inilah mereka mencari kerikil. 
Melempar jumrah
Prosesi berlanjut menuju Mina untuk melempar jumroh Ula, Wustha, dan Aqobah, lalu menuju Masjidil Haram guna melaksanakan Thawaf Ifadah, sebanyak 7 putaran. 
Thowaf
Kegiatan dilanjutkan dengan Sai, lari-lari kecil antara bukit Shofa dan Marwah. Penutup seluruh rangkain ibadah yaitu tahalul, menggunting sebagian rambut kepala. 
Sai
Di akhir kegiatan pembimbing memberi pengarahan, lalu menutup dengan doa. Berjuta pinta membumbung, salah satunya terselip doa semoga jamaah calon haji KBIHU Baiturahman dilayakkan mengunjungi Makkah, Madinah, dan Arofah untuk melaksanakan haji dan umroh dan meraih kemabruran. 
Menjelang tengah hari seluruh kegiatan selesai. Lo kok cepet? La iya lah, namanya baru praktik manasik haji. 

Ya, hari itu saya mendapat kesempatan untuk mengintip kegiatan manasik haji Kelompok Bimbingan Haji dan Umroh Baiturrahman Semarang. Manasik kali ini adalah manasik haji gelombang pertama yang diadakan di komplek Islamic Centre Manyaran Semarang. Praktik manasik ini merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian bimbingan manasik. Kegiatan lainnya apa ya? 

KBIHU Baiturrahman Selayang Pandang 

Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIHU) Baiturrahman berkantor di kompleks Masjid Raya Baiturrahman tepat di jantung Kota Semarang. Mengantungi SK Kanwil Kemenag Prov. Jateng No 1194 tahun 2015, lembaga ini berikhtiar untuk memberikan bimbingan dan pelayanan calon jamaah haji sejak di tanah air sampai di Harramain. Tak cukup sampai di situ, KBIHU Baiturrahman pun memberikan bimbingan dalam menjaga kelestarian haji mabrur. 
Mengingat haji adalah satu-satunya ibadah yang waktu, tempat, pakaiannya sudah ditentukan serta membutuhkan fisik yang kuat, maka diperlukan persiapan yang sempurna dan dilakukan jauh hari sebelumnya. Untuk itulah KBIHU Baiturrahman menyiapkan pembimbing yang mumpuni serta materi manasik yang lengkap. 
Kegiatan manasik dilaksanakan sebanyak 17 kali pertemuan, diawali dengan senam sehat. Meski diperuntukkan untuk menjaga kebugaran calon tamu Allah, namun banyak juga lo masyarakat yang ikut senam (termasuk saya). Hitung-hitung ikut merasakan aura positif yang disebarkan calon jamaah haji. Siapa tahu, insyaAllah di suatu waktu nanti saya bisa menyempurnakan rukun Islam ke 5. Aamiin. 
Senam sehat calon jamaah haji
Selesai senam, jamaah latihan thawaf dengan mengelilingi lapangan Simpang Lima. Kebetulan hari Ahad adalah jadwal pagi bebas kendaraan bermotor, udara masih terasa sejuk minim asap dan debu. Kelar mengelilingi lapangan Simpang Lima sebanyak 3 bahkan ada yang sampai 5 kali putaran, jamaah menyiapkan diri untuk menerima materi. Apa saja materinya? 
Materi manasik haji
Materi awal adalah kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji, lalu masuk ke materi inti seperti : persiapan mental jamaah haji, seputar haji dan umroh, proses perjalanan haji dan umroh, doa-doa, kesehatan haji, seputar dam. Sebagai seorang tamu, maka materi tak hanya seputar ibadah namun juga diberikan pelajaran seputar safar yaitu mulai akhlak di bus, embarkasi, maktab juga etika saat berada di Makkah dan Madinah. Dan yang tak kalah menarik yaitu pemaparan tentang tempat-tempat bersejarah seputar dua kota suci ini. Melengkapi materi disampaikan juga bab fiqih haji wanita serta tradisi orang Arab. Sebagai paripurna materi tentang makna dan hakekat ibadah haji dan tips meraih predikat haji mabrur. Materi manasik disampaikan sebanyak 15 kali pertemuan, sementara praktik manasik haji diberikan sebanyak dua kali yaitu di Islamic Center Manyaran serta Firdaus Fatimah Zahra Gunung Pati. Tahun ini jamaah mendapat kesempatan praktik manasik umroh bertempat di aula tentu saja dengan miniatur bangunan Ka’bah. 
Praktik manasik umroh
Tak cukup dengan materi dan praktik, KBIHU Baiturrahman juga membantu dalam pengurusan administrasi, mulai dari foto (tahun 2020 M/1441H foto dilengkapi nomor porsi), pengurusan paspor, pelunasan biaya ibadah haji, dan kelengkapan administrasi lain. Termasuk inventarisir barang bawaan dan komunikasi. 

Puas rasanya mendapat kesempatan untuk mengikuti rangkaian manasik yang diadakan setiap Ahad di KBIHU Baiturrahman. Lalu kapan giliran saya menjadi bagian jamaah KBIHU Baiturrahman, ya? InsyaAllah segera. Karena saya yakin, Allah tidak hanya memanggil orang-orang yang mampu namun memanggil orang-orang yang rindu untuk dilayakkan menjadi tamu-tamu Allah. Labbaikallahumma labbaik….

(Foto: Joko Mesdi, Al Ahyani, Edhi Sri S, dokumen pribadi)