Senin, 02 September 2019

# Usada

Nyemprong, Alternatif untuk Sakit Gigi

Dalam sebuah lagu bang Meggy Z pernah berdendang, daripada sakit hati lebih baik sakit gigi ini…. Tapi sebenarnya dua-duanya tidak ada yang lebih baik. Sakit gigi yang katanya lebih baik itu nyatanya menyiksa. Tidur terasa cenut-cenut, makan tak nyaman, aktivitas terganggu. Padahal hanya satu gigi yang bermasalah. Sakit pol, engga setengah-setengah. 
Solusinya sebenarnya mudah. Dibawa ke dokter gigi. Ditambal atau cabut sekalian. Tapi masalahnya saya memang takut ke dokter. Ngeri membayangkan gigi saya turun tahta. 
Di sela-sela merayu diri sendiri agar mau ke dokter gigi, eh teman saya, Yani menawarkan untuk mengantar saya terapi Nyemprong. Apa????!!!! 
Yani pun bercerita. Giginya berlubang. Didiamkan, sakitnya makin menjadi. Cekut-cekut katanya. Dia pun mengikuti saran temannya untuk terapi semprong/ nyemprong. Tidak sakit, tak butuh waktu lama, dan biaya terjangkau. Hasilnya? Sejak nyemprong, giginya tak sakit lagi. Akhirnya saya ikuti juga anjuran Yani, menjajal terapi Nyemprong
Piranti Nyemprong
Ternyata nyemprong yang saya bayangkan (menggunakan semprong kaca penutup lampu teplok) beda dengan nyemprong gigi. Piranti yang digunakan cukup sederhana. Batok kelapa yang dilubangi lalu diberi bambu kecil, kreweng (pecahan genting), minyak klentik, batu bata untuk alas kreweng, dan biji terong ngor atau terong susu. Biji terong ngor diperoleh dari daerah Sragen, sementara biji terong susu diambil dari daerah Bandungan. 
Wadah air dan batu bata alas kreweng

Biji Terong Ngor
Mula-mula kreweng dipanaskan di bara arang. Sambil menunggu kreweng panas, Pak parno, sang terapis, menyiapkan wadah berisi air dan sepotong batu bata untuk alas kreweng. Kreweng yang telah panas diletakkan di atas batu bata. Di atas kreweng ditaburi biji terong, lalu ditetesi dengan minyak klentik dan langsung ditutup dengan alat nyemprong. Uap yang dihasilkan inilah yang digunakan untuk pengobatan. Pasien hanya memasukkan alat nyemprong dalam mulut, dengan catatan tidak boleh ditiup ataupun disedot agar tidak tersedak uap atau batuk. 

Terapi Nyemprong/ Tektek
Setelah ditunggu beberapa saat, kreweng diganti dengan kreweng lain yang telah dipanaskan dan perlakuan serupa diulang sampai 5 kali. Nah, saat melepas alat nyemprong untuk mengganti kreweng, tampak kotoran putih mengambang di air bersama dengan biji terong yang hangus. Konon ini adalah ulat gigi, atau kotoran dalam gigi yang berluang tadi. 
Usai nyemprong, saya diminta untuk berkumur dengan air putih dan minum untuk menetralisir suasana mulut. Oleh sang terapis, dianjurkan untuk tidak minum es, makanan manis, dan coklat sekitar 3 hari. Alhamdulillah, cenut-cenut gigi tak terasa lagi. 
Pak Parno pun menyarankan bagi pasien yang ingin berobat sebaiknya sebelum nyemprong, tidak mengonsumsi obat agar hasilnya maksimal dan hasilnya lebih terasa. "Jika pasien mengonsumsi obat, biasanya ulat/kotoran yang keluar hanya 2 atau 3," kata Pak Parno.
Pak Suparno mengambil ulat/ kotoran gigi
Sambil melihat Pak Parno mengambil ulat-ulat yang menempel di batok dan berenang di air, saya bertanya tentang terapi gigi yang sering disebut dengan tektek atau nyemprong
Suparno, yang biasa dipanggil Pak Parno ternyata sudah menekuni terapi nyemprong sejak tahun 2002. Keahlian ini didapat dari orang tuanya yang juga menekuni bidang yang sama sejak 1965. Pak Parno adalah generasi ke tiga dalam urusan nyemprong. Selain mengobati sakit gigi, terapi ini juga bisa digunakan untuk mengurangi bau mulut. 
Pasien yang datang tidak hanya dalam kota tapi luar daerah pun menjajal terapi ini. Tak tanggung-tanggung Pak Parno pun pernah diminta bantuannya oleh beberapa anggota dewan bahkan menteri. 

Jika penasaran dengan terapi nyemprong ini, bisa datang ke kediaman Pak Parno yang beralamat di Terboyo Wetan RT 01/ RW 01, Gang Macan, Genuk Semarang. 

Terapi Nyemprong hanyalah ikhtiar, namun kesembuhan datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2 komentar: