Senin, 12 Agustus 2019

# Inspira

Kerinduan Sang Marbot

Saya terusik untuk mengintip status beberapa teman. Sejak pemerintah mengumumkan hasil sidang isbat yang memutuskan bahwa awal Dzulhijjah jatuh pada hari Jumat 2 Agustus 2019, sebagian teman-teman saya mengunggah status keutamaan 10 hari awal bulan Dzulhijjah, bulan ke 12 pada penanggalan hijriyah ini. 
Jelang hari Arafah saat tamu-tamu Allah berduyun-duyun menuju padang Arafah untuk melaksanakan wukuf, status bilik percakapan wasap pun berhias foto jamaah haji dengan ihramnya, dan tak ketinggalan status yang berisi keutamaan puasa sunnah Arafah yang disebutkan sebagai penghapus dosa satu tahun sebelumnya dan setahun setelahnya. 
Malamnya takbir berkumandang. Status wasap diramaikan dengan unggahan kemeriahan takbir keliling, unggahan foto Masjidil Haram dengan latar suara kumandang takbir. Sampai saat Ied tiba, wasap pun berhias ucapan Iedul Adha. Ucapan dengan gambar siluet masjid, sampai karikatur kambing ikut menghiasi.  
Tepat tanggal 10 Dzulhijjah, status wasap teman-teman saya isinya beragam. Teman saya di Kudus mengunggah foto kerbau dengan tulisan Alhamdulillah tahun ini kerbau dengan emoticon love, teman lain mengunggah fotonya saat menyembelih hewan kurban. Foto status wasap pun mulai bertambah. Kali ini rata-rata bergambar seragam:s-a-t-e. 
Tapi saya mendapati unggahan status salah seorang teman Barisan Sahabat Masjid. Unggahan foto yang berbeda. 
(foto status Oni RRM-BARSAMA)
Keterangan dalam foto itu membuat saya bergidik, haru, sekaligus geli membaca kalimat yang tertulis. 

Ya Allah… 
Setiap hari aku cium karpet masjid ini, 
sampe kalo udah mulai apek langsung dibersihin. 
Apal aku mah sama wanginya kaki jamaah sini. 
Terima kasih ya Allah atas nikmat penciuman ini… 
Semoga bisa dipakai mencium Ka’bah nanti… 

abidin jdr MARBOTER BARSAMA 
-----------------------
Saya geli, betapa sang marbot masjid begitu hafal dengan bau telapak kaki orang-orang yang bersimpuh, menegakkan sholat. Tentunya tak hanya satu orang. Puluhan bahkan ratusan jejak telapak kaki yang telah bersujud di masjid itu. Tentunya dengan aroma wangi yang beraneka. 
Rasa syukur atas nikmat indra penciuman pun menyertainya karena organ yang memiliki 10-20 juta sel pembau -sel olfaktori- dimampukan Allah untuk mencium aroma telapak kaki para jamaah. Kerinduan, harapan dan impian pun disertakan dalam doa semoga di suatu saat nanti indra penciuman itu dapat mencium Ka’bah. 

Makjleb! 

Saya jadi teringat dengan tayangan televisi tentang orang-orang yang dipanggil Allah untuk berhaji dan umroh dengan cara yang istimewa. Pemulung yang menabung sekian puluh tahun, pedagang bakso yang mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Kesemuanya diniatkan untuk berhaji, dan masih banyak cerita lagi. 
Sementara di tayangan lain sepasang suami istri bersepeda demi mengunjungi Baitullah. Ada pula seorang pemuda yang berjalan kaki berbekal tas ransel “backpakeran” untuk menuntaskan rindu sujud di depan Ka’bah. Kesempatan istimewa juga diperoleh beberapa orang yang mendapat undangan dari Kerajaan Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah haji.  
Ada banyak cerita tentang perjuangan untuk sampai ke Baitullah. Ada beragam cara agar harapan itu bisa diwujudkan. Karena Allah tidak memanggil orang-orang yanga mampu, namun memampukan orang-orang yang rindu untuk disampaikan ke Baitullah. 

Kerinduan yang sama juga menghinggapi sang marbot. Kerinduan yang terangkai saat bermunajat. Sebuah kerinduan untuk mencium Hajar Aswad, batu hitam di sudut Ka’bah insyaAllah bisa terwujud. Caranya? Itu urusan Allah dan biarlah Allah yang mewujudkannya. 

InsyaAllah di suatu saat nanti, Allah akan mengundang sang marbot untuk bersujud di Makkah, Madinah, dan Arofah. Aamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar