Senin, 17 Desember 2018

# Adicara

Belajar Menerjemahkan Buku Anak pada Lokakarya Penerjemahan Buku Anak

Akhir November 2018 Pusat Studi Literasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) bekerja sama dengan Litara dan Let’s Read Asia menggelar acara Membaca Dunia Anak: Lokakarya Penerjemahan Buku Anak. Kegiatan ini diikuti oleh 60 peserta yang dinyatakan lolos seleksi. Alhamdulillah, saya bisa menjadi salah satu peserta. 
Saat pertama kali membaca pengumuman, sebenarnya muncul keraguan ikut seleksi karena persyaratannya harus menyerahkan tiga naskah terjemahan dengan pilihan bahasa Inggris- Indonesia- Jawa. Saya memilih menerjemahkan tulisan berjudul: Granada dan Ulang Tahun Deden serta sebuah puisi Blitar. 
Eva Nukman
Kegiatan selama dua hari ini bertempat di Auditorium Gedung Rektorat Lantai 11 Unesa kampus Lidah Wetan.

Usai pembukaan, dilanjutkan penjelasan mengenal The Asia Foundation (TFA) dan Let’s Read oleh Aryasanti Sintadewi. Sementara Eva Nukman mengenalkan Litara sebuah lembaga yang peduli dengan bacaan anak, For Children and The Love of Reading.

Pada sesi penerjemahan buku anak, Eva Nukman yang juga sekaligus penerjemah profesional membedah hal-hal yang berkaitan dengan penerjemahan, buku anak, penerjemahan buku anak, dan pembahasan sampel.

Dari penjelasan beliau, ternyata buku anak dan penerjemahan buku anak bukan perkara sepele. Sebuah buku anak dikatakan baik jika isinya menyenangkan, mengandung amanat atau pesan secara halus dan tidak menggurui, memukau, merangsang daya pikir dan imajinasi serta memiliki elemen-elemen bacaan yang baik seperti visual, literer, dan kualitas informasi. Dalam menerjemahkan buku anak  perlu diingat bahwa: jangan meremehkan teks pendek di buku anak, serta jangan beranggapan bahwa melihat kamus adalah tabu.

Lantas mengapa perlu ada penerjemahan buku anak?

Alasannya adalah biaya produksi lebih murah, ilustrasi buku asing lebih menarik dan lebih bagus, buku asing lebih meyakinkan daripada buku lokal, belum ada buku sejenis di Indonesia, dan mengikuti tren.

Untuk menjadi penerjemah literatur anak perlu diingat bahwa buku anak bukan perkara main-main, think twice it’s children book. Maka perlu tahu cara dan syaratnya mengingat tidak ada cara mudah menjadi penerjemah.
Cara dan syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah pengetahuan dan ketrampilan, profesionalisme, sarana/prasarana, yang tak kalah penting adalah membangun jejaring atau networking.
Suasana workshop penerjemahan buku anak
Usai membedah dunia penerjemahan buku anak, giliran peserta mendapat tugas menerjemahkan cerita yang ada di Let’s Read Asia. Saya berada di grup 5 dengan arahan mentor Dina Begum, seorang penerjemah profesional.

Semula saya beranggapan, menerjemahkan hanya sekedar menyulih kata. Tapi ternyata tidak sesederhana itu. Sekali lagi, ini buku anak. Sementara bahasa Jawa yang digunakan pun harus dipahami anak. Berkali-kali saya harus mengingatkan diri sendiri: Ini buku anak, lo! Anak-anak yang akan membaca, bukan orang tua!
Pantas saja jika Romo Mangun Wijaya bahkan menegaskan: Dalam ranah tulis menulis, paling sulit adalah menulis cerita anak dan yang paling mudah adalah menulis skripsi.

Tiap peserta mendapat cerita yang berbeda dengan level yang berbeda pula untuk diterjemahkan dalam bahasa Jawa. Saya mendapat teks tentang seorang anak yang mendengar suara aneh di tengah malam, serta seorang anak lelaki yang mendapati semua benda-benda di sekitarnya berubah saat bangun tidur. Menarik!
Kelompok 5 Mentor Dina Begum
Di hari kedua, usai mendapat penjelasan dari Ahnan Alex, ketua Perhimpunan Penerjemah Indonesia Cabang Jawa Timur, sesi penerjemahan dilanjutkan kembali. Sebagian peserta menyunting hasil terjemahan, sebagian lagi menambah bahan bacaan untuk diterjemahkan. Seru! Ada rasa penasaran sekaligus prihatin karena ternyata bahasa Jawa menjadi bahasa yang kian asing.

Semoga pada kesempatan mendatang lebih banyak lagi buku-buku yang bisa diterjemahkan dalam bahasa daerah dan terbukanya kesempatan untuk menikmati bacaan anak. 

1 komentar: