Rabu, 16 Mei 2018

# Adicara

Nonton Karnaval Budaya Menyambut Ramadhan 1439 H


Senin, 14 Mei 2018. Jam tujuh pagi, kendaraan mulai padat merayap. Macet. Sebagian ruas jalan ditutup dan dialihkan ke ruas jalan lainnya. Saat berhenti di lampu bangjo, tiba-tiba serombongan siswa sekolah dasar menyapa saya. Dengan santai saya mengeluarkan ponsel dan mengabadikan keceriaan anak-anak dalam angkot. Yeee…kita difoto, teriak mereka. Sambil memegang hiasan berwarna putih hijau, mereka berpose riang. Ada apa dengan Senin pagi ini? 

Tapi, begitu melihat hiasan yang mereka bawa, baru deh nyadar. Hari itu Semarang punya gawe Karnaval Budaya menyambut Ramadan 1439 H. Ulala…. 


Daripada pecah konsentrasi mata ke jalan dan ke arah keramaian, akhirnya saya langsung nyemplung ke lapangan Simpang Lima. 


Wow….ribuan siswa berkumpul dengan aneka busana daerah dan hiasan warna-warni. Hiruk pikuk suara anak-anak, teriakan mayoret, anak-anak dan para guru yang berswafoto, bahkan seorang ibu yang tengah mewanti-wanti anaknya: jangan lupa senyum, jangan lupa dadah-dadah sama pak wali menjadi bumbu penyedap karnaval. Semakin ke tengah lapangan, serasa berada di belantara bunga manggar dan tentu saja ikon pada pawai menyambut Ramadan 1439 H : Warak Ngendog. 


Nah untuk hewan imajiner ini, maka pada pawai kali ini saya menemukan berbagai bentuk warak ngendog. Ada warak ngendog berbadan gemuk, langsing maupun kerempeng. Ada warak berbahan styrofoam, kardus, bambu, rotan. Warak ngendog pun berbalut kertas warna warni, kertas motif batik dan cat berbagai warna. 

Soal endog (telur), sebagian besar warak tidak dilengkapi endog, tapi beberapa warak punya telur emas, telur perak bahkan ada telur dari bola plastik yang biasa digunakan main bola. Maklum, sebentar lagi perhelatan besar piala dunia bakal digelar. 

Tahun ini karnaval mengambil tema “Dugderan membangun kebersamaan dan Kerukunan Mewujudkan Semarang Hebat” yang diikuti sekitar 12 ribu siswa di lingkungan Kota Semarang. Tema ini mewujud dalam berbagai busana daerah yang ditampilkan, aneka keseniah yang dihadirkan. Beberapa siswa membawa papan bertulis Kita Satu Bangsa, Harmony in Diversity, Peace in Diversity, Kita Bersaudara, di belakangnya pasukan pembawa kentongan. Beberapa kontingen membawa kembang manggar berhias lampion, dan penampilan anak-anak berbusana tokoh agama. Kesenian naga raksasa yang identik dengan perayaan imlek juga ditampilkan salah satu sekolah dasar lengkap dengan tetabuhan. 


Tampilan lain yang mencuri perhatian adalah ide kreatif menggunakan pakaian berbahan bekas bungkus kopi, permen, kertas koran, sedotan, tas kresek warna-warni dan bahan lain yang di daur ulang menjadi busana mewah. Sementara beberapa anak yang tergabung dalam marching band malah menggunakan kaleng bekas, galon air minum, serta galon cat. 


Yang tak kalah menarik adalah adi busana yang digunakan beberapa anak yang mengambil tema flora dan fauna. Ditambah riasan wajah yang menunjang penampilan. Maka jangan ditanya penampilan artis cilik ini makin memesona. 


Tak mau kalah dengan para siswa dengan busana daerah, beberapa guru pun ikut serta mengenakan busana wayang dan tokoh punakawan, Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong lengkap dengan riasan bedak putih dan lipstick merah. Wow… 


Di antara belantara kembang manggar dan warak ngendog, eh ketemu juga usungan yang berbeda. Gajah!. Di belakangnya beberapa guru dan anak mengenakan topi dengan hiasan kepala gajah. Oh, ternyata peserta karnaval dari Gajah Mungkur. Gajah berwarna hitam dengan hiasan kertas berkilat-kilat . Dibalik punggung gajah menempel boneka anak lelaki berbaju hitam. Tak cukup dengan gajah hias, di belakangnya Masha pun menyampaikan salam : Sambut Ramadhan dengan Senyuman. 







Marhaban Ya Ramadan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar