Minggu, 20 Januari 2019

# Adicara

Satu Jam Bareng Haji Boim Lebon

Ini adalah kali kedua saya bertemu Bang Boim atau Boim Lebon atau Haji Boim. Selanjutnya saya menyebut beliau dengan Haji Boim, biar berkah ketularan bisa menunaikan haji. Amin.
Pertemuan pertama terjadi 25 Mei 2013 saat Haji Boim berbagi ilmu di komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis Semarang. Pertemuan di siang yang panas menjadi segar dengan humor-humor Haji Boim. 
Nah, pertemuan kedua pada Ahad 20 Januari 2019. Bertempat di salah satu teras gedung di area Taman Budaya Raden Saleh Semarang, Forum Lingkar Pena Semarang menghadirkan Haji Boim yang didapuk menjadi pembicara pada pertemuan rutin dwi mingguan. Kali ini Haji Boim tidak datang sendirian. Mbak Ade Patalianawati, istri tercinta ikut mendampingi. Tak perlu berlama-lama, Haji Boim langsung bercerita awal keterlibatan beliau di Forum Lingkar Pena disambung cerita saat terjun ke dunia tulis menulis. 
Kelas Menulis FLP feat Boim Lebon
Haji Boim mengawali dunia literasi saat duduk di bangku sekolah. Umumnya anak muda, Haji Boim pun ingin “dipandang” dan dikenal orang lain. Setelah mencoba beberapa kegiatan, akhirnya Haji Boim mengikuti ekskul drama kelas menulis. Beberapa kali naskah drama yang ditulisnya menjadi juara. Beliau merasa telah menemukan dunianya, yaitu menulis. “Saya suka dan saya bisa,” jelas Haji Boim. 

Saat bertemu Hilman “Lupus” Hariwijaya, pemilik nama asli Sudiyanto pun berganti nama. Konon saat itu penampilannya ‘tengil’ dan cocok banget dengan sosok ciptaan Hilman, Boim. Sementara nama Lebon diambil dari salah satu personel band Duran Duran, Simon Lebon. Di serial Lupus, Boim Lebon dikenal sebagai play boy cap duren tiga. Nama duren tiga ini diambil dari gambar korek api jaman itu, tahu kan? Tak cukup di situ, Hilman Lupus akhirnya mengajak Haji Boim membuat buku Lupus kecil yang juga booming

Penulis puluhan buku ini pernah bergabung di Penulis Gramedia, menjadi script writer di beberapa stasiun televisi swasta, dan saat ini berkantor di RCTI sebagai produser dan head of creative. 

Bukan Haji Boim jika tak membuat kami tertawa dengan candanya. Di sela-sela sharing ilmu, Haji Boim menyelipkan humor segar. Kali ini tentang wudhu. Sebelum sholat, Haji Boim berwudhu. Wudhu yang pertama disusul dengan wudhu kedua. Buat cadangan katanya. Lo kok? Iya dong, kalau nanti saya kentut tak perlu wudhu lagi. Masih punya wudhu cadangan. Haha….ada-ada saja nih Haji Boim. 

Usai menerangkan karier menulisnya, sesi tanya jawab pun dibanjiri pertanyaan dari peserta pertemuan. Dari pertanyaan tentang nama Boim yang hoki banget, cara mempertahankan nuansa jiwa muda dalam bukunya, tentang penulisan buku anak, malah salah satu peserta menanyakan mengapa buku dan namanya tak juga terkenal. 
(dok : FLP Semarang)
Pada intinya menulis adalah sebuah proses yang harus dijalani sampai menemukan “dunia yang saya bisa dan saya suka”. Karena menulis itu butuh proses, maka perlu ketekunan dan berusaha menikmati setiap proses. Sedangkan ide bisa didapat dari hasil ngobrol serta silaturahmi yang selalu dilakukan oleh Haji Boim di setiap kunjungannya ke FLP daerah. Tulisan-tulisan segar dan enak dinikmati kawula muda adalah buah dari silaturahmi dan bermitra dengan anak muda yang menjadi sahabat Haji Boim. 

Satu jam rasanya tak cukup untuk memetik ilmu dari pria hitam manis kelahiran 17 Juli. Sayang, waktu tak memungkinkan. Usai berfoto dan tanda tangan buku, Haji Boim dan istri harus pamit. 
Jika dulu Boim dikenal sebagai play boy cap duren tiga, kini Haji Boim adalah seorang Pray Boy. Begitu kan, Haji Boim?

2 komentar:

  1. Wah senang ya mba..bisa menimba ilmu dari H. Boim.. Trmksh sdh dishare di sini ya mba..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Cara penyampaian materi enak. Apalagi ditambah humor segar ala Haji Boim

      Hapus