Rabu, 16 Januari 2019

# Cerita

S e t i p

Selesai. Bu Enjel tersenyum puas.
Peta pikiran seukuran kertas karton selesai dibuat, lengkap dengan warna warni spidol agar lebih menarik. Pasti anak-anak akan antusias mendengarkan. Jika anak-anak antusias, proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan. 

“Siapa yang tahu plastik?” Bu guru Enjel memancing perhatian anak-anak agar mau mendengarkan pelajaran kepedulian lingkungan di jam pelajaran terakhir. 
Bak ikan mencium umpan, anak-anak terpancing pertanyaan Bu Enjel. 

“Saya tahu. Saya tahu. Saya tahu,” anak-anak bersahut-sahutan menjawab. Semua mengacung, semua tahu. 

“Siapa tahu benda-benda yang terbuat dari plastik?” Lagi-lagi anak-anak mengacung dan berteriak bak paduan suara, “tahuuuu!”

“Coba tuliskan contoh benda-benda yang terbuat dari plastik.” 

Anak-anak berebut maju. Tumben. Baru kali ini kelas menjadi hidup. Maka papan tulis putih di depan kelas penuh dengan tulisan. Ciduk plastik, ember plastik, sisir plastik, gembor plastik, kursi plastik, semua benda ditambah kata plastik di belakangnya. Semua jawaban betul. 

“Siapa yang belum maju?” tanya Bu Enjel. 

“Saya boleh maju dua kali?” tanya Setip, sang murid pendiam. 

Bu Enjel menyerahkan spidol kepada Setip. Tumben, biasanya murid satu ini kesukaran menerima pelajaran, tapi kali ini tidak. Ditulisnya : plastik wadah es teh dan sedotan plastik. 

“Cerdas kamu, Setip,” puji Bu Enjel. Rona wajah Setip mendadak ceria. 
Anak-anak kembali ke bangku masing-masing dan menunggu pertanyaan selanjutnya. 

Bu Enjel membuka peta pikiran yang semalam disiapkan, tentang makhluk plastik. Anak-anak membaca judul peta pikiran. Mereka membayangkan sesosok makhluk yang seluruh tubuhnya dari plastik. Makhluk plastik itu bertemu musuh, terjadi perkelahian, lalu makhluk plastik menang. 
Imajinasi mereka bubar ketika Bu Enjel justru menerangkan plastik sebagai penamaan polimer, molekul sintetis rantai panjang berulang. Plastik adalah bahan bersifat kuat, keras, dan tahan panas hingga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan rumah tangga. Anak-anak bosan. 
Penjelasan ilmiah yang ditulis Bu Enjel mengutip dari koran ibu kota itu tak satu pun dimengerti anak-anak. Semakin bersemangat Bu Enjel menerangkan, suaranya tertelan riuh anak-anak yang bersenda gurau. Kecuali Setip yang tetap diam mendengarkan. 

“Jadi, plastik wadah es teh dan sedotan plastik tidak bisa hancur, Bu?” tanya Setip. 

"Plastik diperkirakan baru dapat terurai 500 sampai 1000 tahun,” jelas Bu Enjel. 

Bu Enjel segera mengeluarkan komputer jinjing dan menghubungkan ke proyektor. Anak-anak kembali tenang, lalu riuh bertanya tentang foto-foto yang ditampilkan di layar besar. 

“Ini akibat banyaknya sampah di laut, terutama plastik.” 

“Itu kuda laut membawa cotton bud?” tanya Jek. 

“Dia berpegangan pada cotton bud, agar tidak terbawa arus. Mungkin dia mengira cotton bud tersebut adalah tumbuhan air.” 

Penjelasan Bu Enjel diikuti suara o panjang dari anak-anak. 

“Nah, mulai sekarang jangan buang sampah sembarangan, apalagi ke sungai karena akan terbawa sampai ke laut. Jika ikut ibu belanja ke pasar, bawa tas kain dari rumah. Bawa tempat minum sendiri, tidak usah diwadahi plastik,” Bu Enjel menjelaskan sambil menujuk video sampah plastik mengambang di perairan. Foto paus dan kura-kura yang mati setelah menelan sampah plastik pun sangat menarik perhatian siswa-siswanya. Kelas hening.

“Teng! Teng! Teng!” Bel berbunyi, anak-anak bersiap untuk pulang.
 * 

“Bu Enjel!” teriak Setip. Bu Enjel menoleh, dilihatnya Setip berlari pulang ke rumah tak jauh dari sekolah. 

“Berapa, Pak?” Bu Enjel membayar 3 plastik es degan lalu beralih membeli sebungkus buah-buahan dari pedagang gilo-gilo yang mangkal di depan sekolah. 

“Bu Enjel!” Setip menghampiri gurunya. 

“Ada apa, Setip?” 

Terengah-engah diserahkannya tumbler dan piring beling milik ibunya,“jangan diwadahi plastik, Bu. Pakai ini saja.”  

“Bukankah Ibu tadi menerangkan tentang bahaya makhluk plastik?” imbuhnya

Bu Enjel tertegun, mengangguk-angguk, mengangkat dua jempol. 
Setip membusungkan badan. Air mukanya tampak gembira. Dia baru saja menyelamatkan gurunya dari serangan makhluk plastik. Setip tersenyum, senyum penuh kemenangan. 
***


8 komentar:

  1. Good job, Setip!
    Bu Enjel jangan "Jarkoni" ya..hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha...Bu Enjel vs makhluk plastik. Pemenangnya Setip

      Hapus
  2. Setip menghayati pelajaran nih sampe bu gurunya dibikin teretegun :)

    BalasHapus
  3. Tulisannya keren...akupun sedang mulai mengurangi pemakaian sampah plastik, ku terapkan ke keluarga kecilku.

    Setiap belanja membawa tas kain produksi kami.

    Semoga banyak yang tersadar setelah membaca tulisan mbakyu yang apik ini...

    Salam untuk Setip ya....

    BalasHapus
  4. Haha...kalo ada seribu Setip, mungkin jumlah sampah plastik bisa kurang ya. Raketang sithik. Matur nuwun, bundir.

    BalasHapus
  5. Hayo bu guru ditegur sama muridnya hehehe. Coba banyak anak kaya si Setip ini ya.

    BalasHapus