Senin, 07 Januari 2019

# Wisata

Dolan Menyusuri Kawasan Kali Semarang

Sekali tempo menyusuri kawasan sekitar Kali Semarang. Di kawasan ini masih bisa dijumpai bangunan-bangunan kuno yang sayang untuk dilewatkan. Umumnya bangunan tua, maka ada yang terawat dan masih bisa difungsikan, ada pula yang rusak, bersalin rupa menjadi bangunan modern,atau bahkan hanya menyisakan cerita. 
Menara Masjid Layur (Masjid Menara)
Hari masih pagi, tatkala saya mampir ke Masjid Layur atau Masjid Menara. Masjid tua di Kota Semarang ini berlokasi di Jalan Layur No 33. Sebutan Masjid Menara merujuk pada bangunan menara tinggi di area depan masjid. Masjid Layur masuk dalam Bangunan Cagar Budaya No 35 melalui keputusan Walikota Nomor 646/50/Tahun 1992 Tanggal 4 Februari 1992. 
Masjid Layur/ Masjid Menara
Bangunan masjid tidak terlalu luas. Tampak luar maupun bagian dalam masjid didominasi warna hijau. Bagian atas masjid tidak berbentuk kubah, namun tajuk tingkat tiga dengan puncak berbentuk limas segi empat. Ruang sholat sebagai ruang utama tidak terlalu besar. Empat pilar kokoh menopang atap masjid. Jendela-jendela besar menjadi ciri khas bangunan kuno sebagai ventilasi alami. Di luar ruangan utama, ditempatkan bangku-bangku kecil untuk kegiatan mengaji. Sampai saat ini Masjid Layur masih difungsikan sebagai tempat ibadah dan kegiatan lain. 
Ruangan Masjid
Jalan-jalan saya berlanjut ke bangunan di sebelahnya. Dilihat dari bangunannya, sepertinya tidak difungsikan lagi. Begitu pula dengan bangunan di depannya. Namun demikian sisa keelokan bangunan ini masih bisa dinikmati. Beberapa meter dari bangunan masjid, saya menemukan lagi bangunan lawas yang sepertinya masih difungsikan sebagai hunian. Rumah berlantai dua bercat kuning ini masih menampakkan kewibawaannya meski termakan usia. Kayu sebagai bahan utama bangunan masih nampak kokoh. 
Bangunan kuno di sekitar Masjid Layur
Sampai di ujung Jalan Layur, saya disuguhi bangunan kuno yang pesonanya masih mencuri perhatian. Sayangnya bangunan dua lantai yang masih difungsikan ini kurang terawat. Tanaman liar sedikit merusak pemandangan. 
Bangunan kuno di ujung Jalan Layur
Memasuki jalanan kampung di depan Jalan Layur saya mendapati bangunan kuno yang sedang dibongkar. Sayang rasanya jika bangunan-bangunan lawas ini harus berganti menjadi bangunan anyar. Mengingat kayu sebagai komponen utama masih kokoh dan tentu saja nampak unik dan antik. Pemugaran rumah yang saya temui di Kampung Baru ini mengingatkan pada bangunan lawas yang pernah saya abadikan beberapa waktu lalu. Bangunan berlantai dua ini harus takhluk oleh rob dan banjir yang dulu sering menyambangi kawasan ini. Lantai bawah terendam air sepanjang hari sehingga menyisakan lantai kedua sebagai hunian. Meski demikian, kayu-kayu peyangganya masih kuat. 
Rumah dalam tahap pembongkaran (kanan bawah);
Salah satu rumah kuno di Kampung Baru yang telah dibongkar (atas dan kiri bawah)
Usai menikmati bangunan kuno seputar Layur dan Kakap (di sini saya menjumpai bangunan NV Perusahaan Mesin dan Pengetjoran Logam Sadono) serta blusukan ke kampung-kampung, saya mampir ke penjual Jamu Jun. 
Jamu Jun merupakan minuman tradisonal khas Semarang. Jun adalah wadah air yang terbuat dari tanah. Jamu jun teksturnya sedikit kental hingga hampir menyerupai bubur. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuatnya terdiri campuran tepung ketan, gula jawa, gula pasir, kayu manis, jahe, merica, akar alang-alang, daun jeruk, santan dan rempah-rempah lain. Sebagai pelengkap ditambahkan enten-enten dari kelapa dan gula jawa, bubuk merica, serta tepung ketan sangrai. Rasanya manis legit. Efek ramuan bermacam rempah ini menghangatkan badan. 
Jamu Jun lengkap dengan bubuk merica, tepung ketan sangrai,dan enten-enten
Dahulu jamu jun dijajakan keliling kampung. Jun, canting khas berbahan bambu dan mangkuk kecil, sendok bebek atau terkadang sudu daun pisang diwadahi dunak, lalu digendong oleh sang penjual-wanita usia senja, berkain kebaya dan caping lebar. Sementara bahu menggendong, tangan kanannya menjinjing ember kecil berisi air untuk mencuci mangkok kotor. 
Jamu Jun
Ah, ternyata narasi tak cukup untuk menggambarkan sudut lain Kota Semarang. Bagaimana? Tertarik menyusuri kawasan sekitar Kali Semarang? Yuk, dolan ke Semarang!

8 komentar:

  1. Salfok sama jamu jun nya, jadi pingin jamu jun nyaaa jeng...

    BalasHapus
    Balasan
    1. saat ini rada susah menemukan jamu jun. Itu juga baru nemu, Bundir.

      Hapus
  2. Woohooo ajakin aku dong mba. Kurang dolan seputar Semarang kayaknya nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo! Malah enak, ada teman blusukan ke gang-gang sekitaran situ.

      Hapus
  3. Waduh mbak Hartari pamerin jamu jun, kan aku jadi mupeeeng, mbaak. Besok senin ada yang lewat rumah nggak ya, hihiii

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bakule saiki ndeprok, dirubung sing tuku hehe...

      Hapus