Minggu, 22 Oktober 2017

Pengalaman Pertama yang Mendebarkan

Oktober 22, 2017 2 Comments
Setelah dibekali sekarung nasehat dan segudang motivasi oleh Ibu serta membekali diri dengan berlarik-larik doa, akhirnya saya membulatkan hati untuk melakukan kerja sosial pertama yang sangat spesial. Hanya sedikit yang mau melakukannya. Jujur saja, teori dan keinginan kuat belum bisa dijadikan modal untuk pekerjaan ini. Perlu keberanian, hati ikhlas dan stamina yang prima. Bismillah.
Usai memeriksa kelengkapan peralatan dan uba rampe yang dibutuhkan, akhirnya saya meresmikan diri menjadi asisten ibu untuk melakukan pekerjaan ini. Baju sudah rapi jali, kepala tegak, pandangan lurus, berjalan menenteng dua tas. Satu berisi peralatan, satu lagi tas kresek berisi uba rampe yang diperlukan.
Meski tampil percaya diri, tetapi hati tetap deg-degan. Bayangan-bayangan yang berseliweran membuat ingin mengurungkan niat baik dan memilih untuk pulang. Tapi keinginan kuat menahannya. Sambil terus berdoa, sampailah akhirnya saya di tempat yang dituju.
Usai bersalam-salaman, kami pun memulai pekerjaan. Mengeluarkan peralatan dan mulai mengukur. Pertama mengukur panjang kain yang dibutuhkan. Tugas pertama menggunting kain sesuai ukuran. Lalu menggunting bagian kain lainnya untuk dibuat kain bawahan, baju, kerudung. Tak lupa membuat guntingan kain untuk menutup bagian paling pribadi. Setelah itu “meracik bumbu” yaitu dengan mencampur bubuk kayu cendana dengan bubuk kapur barus serta menyiapkan minyak melati kraton.
Selanjutnya menyiapkan kebutuhan lain seperti shampo, sabun, air yang dicampur dengan kapur barus, cotton bud dan memastikan air tersedia penuh. Oiya, ibu selalu menyiapkan ramuan khusus untuk membersihkan bagian tertentu yaitu rebusan daun pandan, daun jeruk purut dan sereh. Usai semuanya siap, beralih prosesi selanjutnya.
Sebagai asisten saya pun mengenakan “seragam” sama dengan ibu. Selembar celemek pelindung pakaian agar tidak basah, sarung tangan karet, waslap. Gayung demi gayung air mulai diguyurkan. Dengan sangat hati-hati aku mengguyurkan segayung air dari atas sampai ke bawah terus menerus sementara ibu membersihkan rambut, menyabuni anggota badan yang lain. Dari ujung rambut sampai ujung kaki dibersihkan dengan sangat lembut dan teliti. Sesekali pada bagian tertentu diguyur dengan rebusan dedaunan untuk mengurangi bau tak sedap. Setelah  dipastikah bersih, telah di’wudhukan’ lalu dikeringkan dengan handuk. Dan kami beralih ke pekerjaan selanjutnya yaitu mengenakan pakaian terakhir dan memberi wewangian di tubuh yang telah berbujur kaku dan terbungkus lembaran putih. Perasaaan saya teraduk-aduk. Saya yang belum bisa move on dari deg-degan dan takut, masih ditambah dengan rasa trenyuh mendengar isak tangis dari keluarga. Akhirnya pamungkas prosesi adalah menegakkan sholat dengan empat takbir dan menutupnya dengan doa.
Tahukah kawan, apa pekerjaan sosial yang merupakan pengalaman pertama yang sangat mengesankan sekaligus mendebarkan? Yups! Betul. Hari itu untuk pertama kalinya, saya melakukan 3 dari 4 kewajiban orang hidup terhadap orang meninggal. Pertama kali saya membantu memandikan jenazah, ikut mengafaninya dan berada di deret shaf untuk menyolatkannya.
Begitulah pengalaman saya, Adinda Dini dan Adinda Marita saat pertama kali mengurus jenazah.  Sungguh sebuah pengalaman yang membuat deg-degan dan takut. Tapi pengalaman pertama inilah yang membuat saya merenung. Perenungan tentang akhir perjalanan manusia dan awal kehidupan di alam selanjutnya.
Sampai saat ini saya telah melakukan pekerjaan hebat itu lebih 61 kali dan berkeinginan untuk bisa mengikuti jejak Ibu mengabdikan diri untuk pekerjaan mulia ini. Tapi kok ya belum bisa menghilangkan rasa takut dan deg-deg-an ya?